Untuk ukuran liburan panjang, jalan raya Parakan-Wonosobo termasuk lenggang. Jalanan menurun dan berkelok dapat dilalui dengan cepat tanpa banyak menarik dan menginjak tuas rem. Lelahnya perjalanan sedikit terobati berkat adanya pemandangan yang luar biasa di sepanjang jalan. Gunung Sumbing di sebelah kiri dan Sindoro di sebelah kanan seolah menyemangati dan menghimbau untuk lebih hati-hati. Semakin terhibur sekaligus sedikit miris setelah tiba-tiba sebuah motor sport dengan tiga penumpang menyalip di salah satu tikungan. Miris karena tidak seharusnya sebuah motor ditumpangi oleh tiga orang. Terhibur karena ada yang dapat dijadikan bahan pembicaraan.
“Disalip cabe-cabean Dik kita”
“Gakpapa Riif, lagian itu bukan cabe-cabean. Mana ada cabe-cabean cowok?”
“Cewek semua Dik, liat aja ntar pas di tikungan”
“Iya, cewek ternyata. Kok bisa-bisanya boncengan bertiga. Jalannya kayak gini pake motor sport. Haduuh, anak jaman sekarang”
“Anak jaman sekaran itu pinter Dik. Saat para akademisi baru bisa berbicara teori ekonomi, mereka sudah mempraktikkan dengan baik. Mereka bener-bener tahu, paham, dan menerapkan prinsip ekonomi dengan baik. Mereka sudah mempraktikkan apa yang dalam teori disebut efisiensi. Bagaimana dengan input seminimal mungkin mendapatkan output sebanyak-banyaknya. Dengan satu motor bisa mengangkut sebanyak-banyaknya manusia. Harusnya Kementrian Perhubungan meniru mereka. Bagaimana dengan bahan bakar seminimal mungkin dapat mengangkut orang sebanyakbanyaknya”
“Sesukamu aja lah Rif, hahaha”
Kemudian motor sport dengan tiga penumpang semakin tidak kelihatan seiring dengan selisih kecepatan yang semakin tinggi antara yang kami tumpangi dengan yang mereka tumpangi.