“Pertandingan bola jam 3 dini hari dinantiin, sholat isya jam 7 malem ditinggalin”“Pertandingan bola 2 x 45 menit rela ditungguin, ngaji Cuma 15 menit gak dilakuin”
Bukan tanpa alasan jika selanjutnya banyak muncul satire tentang penonton pertandingan sepak bola. Cabang olahraga yang awalnya hanya pertandingan antar dua kesebelasan telah bertransformasi menjadi sebuah industri hiburan. Pertandingan-pertandingan yang tidak lagi sekedar menang-kalah secara score tetapi juga berkaitan erat dengan fanatisme dan keyakinan.
Menyebar ke seluruh belahan bumi dengan cepat dan menjadikannya bahasa universal di dunia. Bahkan dalam beberapa kasus,sepakbola adalah sebuah agama. Agama yang bagi pemeluknya, segala yang berkaitan dengan sepak bola adalah ritual.
Namun, ditengah hiruk pikuk persepakbolaan baik dunia ataupun lokal Indonesia, aku merasa telah kehilangan gairah dalam menyaksikan pertandingan sepak bola. Atmosfer pertandingan, keindahan permainan, serta semua hiburan yang ada di dalamnya tidak serta merta mendorong atau menarikku untuk dapat menyaksikannya full selama minimal 2 x 45 menit.
Mungkin dulu iya. Iya akan menunggui sampai minimal 2 x 45 menit. Tetapi tidak dengan akhir-akhir ini. Hasil pertandingan dari kanal berita ataupun cuplikan highlight pertandingan sudah cukup untuk dapat bergabung dengan obrolan tentang sepak bola. Hasil dan highilght sudah cukup untuk masuk katagori tidak kudet berita.
Segalanya telah berubah. Fanatisme, haus akan keindahan permainan bola, dan semangat analisis strategi permaian sepak bola telah jauh berkurang. Alokasi waktu dialihkan untuk melakukan aktivitas yang lainnya. Efisiensi waktu untuk kegitan yang jauh lebih berguna dan bermanfaat. Bukan menyaksikan sepak bola adalah kegiatan yang tidak bermanfaat, tetapi sekali lagi, info tentang hasil akhir sudah cukup untuk dapat masuk ke pembicaraan mengenai sepak bola.
Sedikit banyak gairah menyaksikan pertandingan sepak bola sudah jauh berkurang. Namun demikian, dukungan untuk sepak bola Indonesia yang lebih maju, lebih humanis tidak akan pernah sirna. Terdapat banyak bentuk dukungan untuk sepak bola selain harus menyaksikannya selama 2 x 45 menit.
Mendukung adalah menyaksikan hanyalah pradigma lama. Mendukung tanpa menyaksikan adalah sangat mungkin dengan sumsi dan keyakinan pasti akan ada orang lain yang akan menyaksikan. Keberadaan orang lain yang menyaksikan adalah sebuah keniscayaan. Mendukung tanpa menyaksikan masih sangat mungkin dengan cara melakukan kampanye-kampanye damai sepak bola atau juga memberikan masukan-masukan terkait pertandingan sepak bola yang dapat ditonton dengan nikmat.
Gairah menonton memang sudah mulai berkurang. Namun dukungan, dukungan tidak akan pernah hilang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar