Prasangka paling baik dari ditandatanganinya Keppres nomor 18 tahun 2017 tentang cuti bersama tahun 2017 adalah niatan baik dari Bapak Presiden untuk meningkatkan produktivitas kerja pegawai negeri sipil. Penetapan cuti bersama dan keharusan mengambilnya pada tanggal 23, 27, 28, 29, dan 30 Juni 2017 merupakan sebuah kabar baik dalam kaitannya melaksanakan program revolusi mental khususnya bagi pegawai negeri sipil.
Sebuah “pemaksaan” untuk libur pada hari-hari yang memang tidak efektif untuk bekerja dan menyelesaikan pekerjaan merupakan langkah strategis untuk meminimalisir rendahnya produktivitas pegawai negeri sipil di semua instansi. “Pemaksaan libur” yang juga berarti meminimlaisir dan bahkan menghilangkan alasan-alasan pegawai untuk bermalas-malasan di awal masuk pasca libur lebaran. Tiada lagi alasan untuk tidak langsung memberikan pelayanan karena masih adanya kegiatan-kegiatan yang sifatnya seremonial.
Sebuah “pemaksaan libur” yang juga berarti meminimlaisir pegawai-pegawai yang mengambil cuti di sisa hari di tahun 2017. Sisa-sisa hari di tahun 2017 yang berarti full formation pegawai dan juga full pelayanan. Sisa-sisa hari yang juga berarti hari-hari dengan pelayanan yang optimal. Hari-hari dengan produktivitas pegawai yang tinggi.
Sebuah kabar yang menggembirakan bagi warga Negara yang membutuhkan pelayanan.
Dan semua prasangka serta kabar baik segera sirna setelah tahu bahwa keharusan mengambil cuti saat hari-hari cuti bersama ternyata tidak mengurangi hak cuti tahunan pegawai. Sedikit mengecewakan karena akan ada hari hari setelah lebaran dimana pusat pusat pelayanan tidak full formatiaon dan tidak optimal dalam memberikan pelayanan.
Dan sirnanya semua prasangka baik hanyalah akibat rasa iri yang mucul. Rasa iri yang timbul karena tiadanya libur sebanyak yang didapatkan pegawai negeri sipil.