Lama sudah aku tidak menuangkan pengalaman, pengamatan, gagasan, atau apapun juga dalam bentuk tulisan. Durasi “vakum” menulis yang lama cukup terasa dampaknya. Penggalian ide tulisan, sense of word atau kepekaan terhadap pemilihan kata, penysunan kaliamat, dan hal-hal lain terkait dengan kepenulisan terasa lebih susah.
Memang benar apa yang banyak orang bicarakan, banyak orang tuliskan. Menulis adalah suatu keterampilan. Dan sebagai keterampilan, suatu keniscayaan untuk konsisten belajar dan mempraktikkan. Hanya dengan praktik, praktik, dan praktik kemampuan menulis dapat ditingkatkan. Penggalian ide, pemilihan kata, penyusunan kalimat tanpa menimbulkan ambiguitas akan mengalir dengan sendirinya seiring dengan teguhnya komitmen dan konsistensi dalam praktik menulis.
Namun sedikit berbeda antara keterampilan menulis dengan mengendarai sepeda. Vakum berkendara sepeda hanya berpengaruh sedikit terhadap keterampilan berkendara. Namun, vakum menulis memberikan dampak yang lebih besar terhadap keterampilan menulis. Diperlukan usaha yang lebih besar untuk kembali memuli menulis.
Sekarang, aku kembali lagi menulis. Memang bukan tulisan berbobot dan berdampak besar terhadap perubahan tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan beragama. Namun, memulai kembalinya mungkin sama susahnya dengan menulis hal yang berbobot dan berdampak. Sekarang aku mengambil konsekuansi dari yang sebelumnya kulakukan.
Kedepannya, tinggal ingin menjadi seperti apa. Seperti keledai yang terperosok berulang di lubang yang sama. Atau seperti manusia beruntung yang mau memegang komitmen dan berjuang untuk senantiasa berkembang?
Dan menjadi apapun kedepannya, saat ini aku harus mengawali lagi semuanya. Memulai kembali semua dari nol.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar