Sekali lagi harus kutekankan, menulis adalah keterampilan. Dan sebagai keterampilan, keahlian hanya bisa didapatkan jika dilatih dan dipraktikkan secara terus menerus, berkesinambungan, dan tidak mengenal kata lelah. Dan jika usaha dilakukan setengah-setengah dan cepat lelah, satu kata pada akhirnya “kalah”. Kekalahan dalam bentuk hilang atau berkurangnya keterampilan. Kalah dalam bentuk hilangnya kesempatan menjadi seorang ahli.
Bukti telah banyak, yang paling jelas, dekat, dan dapat menjadi contoh konkret adalah diri saya sendiri. Saya tidak menyebut diri saya terampil menulis sebelumnya. Tidak menyebut saya ahli menulis sebelumnya. Namun, terdapat perbedaan yang cukup signifikan dalam menghasilakn tulisan ketika masih rutin menulis dengan saat sudah jarang menulis.
Kepekaan pada sumber ide berkurang
Ide tulisan dapat datang dari manapun. Dari tulisan orang lain, pengalaman sehari-hari, pengamatan lingkungan, atau juga hasil pikiran yang mendalam. Vakum sementara dalam kegitan menulis berpengaruh terhadap kepekaan terhadap semuanya untuk dijadikan ide tulisan. Banyak bacaan, pengalaman, pengamatan, dan pikiran yang mengalir begitu saja tanpa satupun menjadi ide tulisan. Menjadi sebuah tulisan yang utuh. Banyak pengalaman baru yang ku alami yang pada akhirnya hanya terjadi begitu saja. Pengalaman yang hanya kurasakan tanpa ada satupun yang bisa kubagikan. Banyak buah pikiran yang mengendap dalam kepala yang tidak mengalir membentuk tulisan. Berkurang sudah kepekaan menggali dan mendapatkan ide apa yang terjadi sehari-hari.