Senin, 29 Februari 2016

Berkurang Kepekaan Menulis

Sekali lagi harus kutekankan, menulis adalah keterampilan. Dan sebagai keterampilan, keahlian hanya bisa didapatkan jika dilatih dan dipraktikkan secara terus menerus, berkesinambungan, dan tidak mengenal kata lelah. Dan jika usaha dilakukan setengah-setengah dan cepat lelah, satu kata pada akhirnya “kalah”. Kekalahan dalam bentuk hilang atau berkurangnya keterampilan. Kalah dalam bentuk hilangnya kesempatan menjadi seorang ahli.
pemandangan di  pembibitan karet balai penelitian karet getas

Bukti telah banyak, yang paling jelas, dekat, dan dapat menjadi contoh konkret adalah diri saya sendiri. Saya tidak menyebut diri saya terampil menulis sebelumnya. Tidak menyebut saya ahli menulis sebelumnya. Namun, terdapat perbedaan yang cukup signifikan dalam menghasilakn tulisan ketika masih rutin menulis dengan saat sudah jarang menulis.

Kepekaan pada sumber ide berkurang
Ide tulisan dapat datang dari manapun. Dari tulisan orang lain, pengalaman sehari-hari, pengamatan lingkungan, atau juga hasil pikiran yang mendalam. Vakum sementara dalam kegitan menulis berpengaruh terhadap kepekaan terhadap semuanya untuk dijadikan ide tulisan. Banyak bacaan, pengalaman, pengamatan, dan pikiran yang mengalir begitu saja tanpa satupun menjadi ide tulisan. Menjadi sebuah tulisan yang utuh. Banyak pengalaman baru yang ku alami yang pada akhirnya hanya terjadi begitu saja. Pengalaman yang hanya kurasakan tanpa ada satupun yang bisa kubagikan. Banyak buah pikiran yang mengendap dalam kepala yang tidak mengalir membentuk tulisan. Berkurang sudah kepekaan menggali dan mendapatkan ide apa yang terjadi sehari-hari.

Minggu, 28 Februari 2016

Pria Menawan Mendapatkan Pria Menawan

Tidak kurang aku berusaha membebaskan diri dari kondisi fakir cinta dan tuna asmara. Bukan bermukasid membandingkan, tetapi hanya berkaca dan sedikit bermain logika. Banyak laki-laki biasa di luaran sana yang mendapatkan pasangan wanita yang luar biasa. Lelaki biasa dari sisi rupa dan mungkin juga sikapnya memiliki wanita luar biasa dari sisi kecantikan dan keanggunan pembawaannya. 

Dan logikanya, lelaki biasa memperoleh wanita yang luar biasa, lelaki luar biasa pasti mendapatkan wanita yang jauh di atas luar biasa. Telah banyak usaha untuk menjadikanku luar biasa. Perawatan kulit dan wajah ala cowok metroseksual untuk setidaknya membuat kulit bersih bersinar bebas kotoran. Juga dengan rutin mengikuti fitness untuk membentuk badan proporsional dan kekar. 

Tapi memang hidup bukan hanya soal logika. Harapan mendapatkan wanita luar biasa setelah berusaha ekstra akhirnya sirna. Bukan wanita luar biasa yang mendekati lelaki berwajah bersih menawan dengan otot kekar yang menyembul pakaian. Adalah pria-pria menawan lain yang justru melirik dan memberikan kode tertarik.

Ah, mungkin sebaiknya dari awal aku tidak usah terlalu bergantung logika dan tidak juga berusaha ekstra untuk sekedar luar biasa di pandangan mata.

Jumat, 26 Februari 2016

Relativitas, Sore yang Begitu Larut di Kudus

Saya tidak sedang dan tidak akan menjelaskan tentang salah satu teori terbesar di abad 20. Sebuah teori dari salah satu ilmuan paling terkenal, Albert Einstein. Teori yang kita kenal dengan teori relativitas. Teori yang menjelaskan bahwa semua hukum fisika akan berlaku di manapun tempatnya. Yang menjelaskan bahwa di dunia ini tidak ada yang mutlak, semua berdasarkan acuan-acuannya.

Saya hanya sedikit membagikan pengalaman tetang betapa tidak mutlaknya yang terjadi di bumi. Tidak dengan rumus-rumus fisika yang rumit, bukan pula dengan hasil pengamatan empiris. Tetapi hanya berdasar asumsi atau lebih tepatnya adalah perasaan. Tidak ada yang salah dalam mengandalkan perasaan, toh ini bukan suatu pembuktian akan teori relativitas.

Sudah seminggu-an saya tinggal di Kudus. Secara umum, sosial-budaya di Kudus tidak jauh berbeda dengan Wonogiri, tempat di mana aku di lahirkan dan dibesarkan, serta Jogja, tempatku menggali ilmu selama lebih dari 5 tahun. Semuanya baik, relatif murah, dan ramah. 

Selasa, 23 Februari 2016

Memulai Kembali dari Nol

Lama sudah aku tidak menuangkan pengalaman, pengamatan, gagasan, atau apapun juga dalam bentuk tulisan. Durasi “vakum” menulis yang lama cukup terasa dampaknya. Penggalian ide tulisan, sense of word atau kepekaan terhadap pemilihan kata, penysunan kaliamat, dan hal-hal lain terkait dengan kepenulisan terasa lebih susah.
Memang benar apa yang banyak orang bicarakan, banyak orang tuliskan. Menulis adalah suatu keterampilan. Dan sebagai keterampilan, suatu keniscayaan untuk konsisten belajar dan mempraktikkan. Hanya dengan praktik, praktik, dan praktik kemampuan menulis dapat ditingkatkan. Penggalian ide, pemilihan kata, penyusunan kalimat tanpa menimbulkan ambiguitas akan mengalir dengan sendirinya seiring dengan teguhnya komitmen dan konsistensi dalam praktik menulis.

Namun sedikit berbeda antara keterampilan menulis dengan mengendarai sepeda. Vakum berkendara sepeda hanya berpengaruh sedikit terhadap keterampilan berkendara. Namun, vakum menulis memberikan dampak yang lebih besar terhadap keterampilan menulis. Diperlukan usaha yang lebih besar untuk kembali memuli menulis.

Minggu, 21 Februari 2016

Kembali Lagi Kita

Sepertinya sudah cukup atau mungkin sangat lama kita tidak bercengerama. Kita hanya berjumpa namun tidak berinteraksi apa-apa. Aku melihatmu, dan jikalau kamu dapat melihat, pasti dirimu juga akan melihatku. Dan hanya sebatas itu interaksi kita. Interaksi aneh yang sebelumnya tidak pernah kita berdua mengalaminya. 

Pengingkaran kodrat atas interaksi kita. Penyelewengan atas alasan kamu dihadirkan dan aku memilikimu. Jangankan mengeksploitasi, memanfaatkan mu pun akhir-akhir ini tidak kulakukan. Jangankan menyelesaikan semua pekerjaanku, mengurangi sedikitpun akhir-akhir ini juga tidak kau lakukan. Tapi itu bukan salahmu, aku menyadari dan tidak akan pernah menyalahkanmu. Aku yang seharusnya mengendalikan dan mengambil kontrol atasmu.

Tidak perlu kujelaskan renggannya interaksiku terhadapmu. Kamu pastinya tidak mau tahu. Ada dan tidak adanya diriku untukmu tidak memberikan keuntungan apapun untukmu. Mungkin kamu malah berpikir lebih baik rendah interkasiku untukmu. Untuk semakin memperpanjang umurmu. Tapi biar aku sedikit memberitahu atau anggaplah mengguruimu. Umurmu, tidak dihitung berdasarkan hitungan waktu usiamu. Tapi berdasar kemanfaatanmu. 

Yang lalu biarlah berlalu, sekarang aku kembali lagi padamu. Kembali ingin mengintensifkan interaksi untukmu. Mengoptimasi alasan dihadirkannya dirimu atasku. Ini hanya optimasi, bukan eksploitasi. Maka berdayagunalah dirimu untukku.

Kembali lagi aku untukmu, kambali lagi kamu untukku. Dan kembali lagi kita. Aku dan kamu, wahai laptopku.