Sabtu, 18 Maret 2017

Menulis Kembali

Ada hal yang sedikit mengecewakan ketika tulisan yang dibuat tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Gagasan, entah besar ataupun kecil yang kemudian dikembangkan. Disusun dengan kalimat yang harapannya dapat diterima oleh banyak orang tetapi faktanya justru berkebalikan. Jangankan dapat diterima gagasan, dipahami kaliat penyusunnya pun susah dilakukan. 

Bahasan santai nan sederhana menjadi terkesan serius dan perlu pengulangan baca untuk memahaminya. “Keterampilan memang butuh waktu untuk mengasahnya”, begitu orang bijak sering berkata. Keahlian menulis tidak serta merta didapatkan hanya dari sekali duduk, sekali ketik, sekali menghasilkan tulisan. Perlu puluhan, ratusan, atau bahkan ribuan kali percobaan. 

Kepausan sesaat adalah kemunduran. Latihan dan pengembangan adalah keniscayaan. Tidak akan bertahan lama apa yang dihasilkan lewat keberuntungan. Usaha dan kerja keras menghasilkan keberlanjutan. 

Dan akhirnya, menulis adalah keterampilan. Menulis adalah pengulangan. Dan menulis adalah kerja keras yang tidak boleh berhenti. Sekali berhenti maka akan mati, akan segera terganti. 

Sudah saatnya menulis kembali. Bangun dari harapan semu menghsilkan tulisan menawan yang tanpa latihan, tanpa pengorbanan. Saatnya kembali belajar menulis. Kembali ke dunia nyata tanpa berandai-andai dan bermimpi hampa. 

Terlepas dari yang baru seperti ini hasilnya, setidaknya telah berusaha dan berpihak kepada keberusahaan. 

Minggu, 12 Maret 2017

Kehilangan Gairah Menonton Pertandingan Sepak Bola

“Pertandingan bola jam 3 dini hari dinantiin, sholat isya jam 7 malem ditinggalin” 
“Pertandingan bola 2 x 45 menit rela ditungguin, ngaji Cuma 15 menit gak dilakuin” 
Bukan tanpa alasan jika selanjutnya banyak muncul satire tentang penonton pertandingan sepak bola. Cabang olahraga yang awalnya hanya pertandingan antar dua kesebelasan telah bertransformasi menjadi sebuah industri hiburan. Pertandingan-pertandingan yang tidak lagi sekedar menang-kalah secara score tetapi juga berkaitan erat dengan fanatisme dan keyakinan. 


Menyebar ke seluruh belahan bumi dengan cepat dan menjadikannya bahasa universal di dunia. Bahkan dalam beberapa kasus,sepakbola adalah sebuah agama. Agama yang bagi pemeluknya, segala yang berkaitan dengan sepak bola adalah ritual. 

Namun, ditengah hiruk pikuk persepakbolaan baik dunia ataupun lokal Indonesia, aku merasa telah kehilangan gairah dalam menyaksikan pertandingan sepak bola. Atmosfer pertandingan, keindahan permainan, serta semua hiburan yang ada di dalamnya tidak serta merta mendorong atau menarikku untuk dapat menyaksikannya full selama minimal 2 x 45 menit.