Rabu, 15 Februari 2017

Jemur Ekspres

Mentari bersinar dengan intensitas sedang. Tidak menyengat tetapi cukup menghitamkan atau bahkan menyebabkan penyakit kulit jika terpapar dalam waktu yang lama. Teduh tetapi cukup mampu untuk diubah menjadi sumber vitamin D oleh tubuh. Pagi dengan terang keemasan pantulan sinar mentari menghujam badan air di persawahan yang akhir-akhir ini susah dijumpai. Matahari memang tidak menampakkan diri sejak beberapa hari terakhir.

Udara bergerak cukup pelan namun cukup mampu pula menggerakkan rumpun padi dan batang-batang terbu di persawahan. Dan angin terasa semakin kencang seiring kecepatan berkendara yang juga ditingkatkan.

Dengan jaket dan celana basah akibat hujan semalam, dingin angin lebih dominan daripada hangatnya sinar mentari. Namun, keindahan pemandangan persawahan sepanjang perjalanan cukup mengalihkan dingin yang untungnya tidak sampai menusuk tulang. Dan dinginpun semakin berkurang seiring dengan kelembaban celana dan jaket yang juga semakin hilang.
Di kosan, sebelum perjalanan dilakukan, libur masih saja seperti biasa. Kumpul dengan teman-teman sambil menyaksikan televisi yang acaranya setelah dilihat memang semakin tidak mendidik. Hingga akhirnya ku bosan dan memutuskan untuk mengadakan perjalanan. Perjalanan merayakan hadir kembalinya matahari setelah beberapa hari menghilang.

“Mas, kenapa mengenakan celana dan jaket yang basah? Apa gak lebih baik dicuci atau dijemur dulu?”

“Anu Mas, justru pakaian basah ini mau kukeringkan dengan tempo yang sesingkat-singkatnya. Biar sepoi angin dan teduh sinar mentari yang mengeringkannya. Biar hukum fisika tentang kalor dapat menunjukkan bukti-buktinya”

Dingin angin lebih domian daripada hangatnya teduh mentari, tetapi dingin semakin berkurang seiring dengan kelembaban celana dan jaket yang juga semakin hilang.

Dan keringlah semuanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar